Tangkuban Parahu, Agustus 2024 |
Ketika jutaan orang sudah pernah berkunjung ke Tangkuban Parahu, aku dong baru pertama kali menginjakkan kaki di sana pada pertengahan 2024. Telat nggak sih? Eh maaf, tidak ada kata terlambat untuk setiap takdir terbaik. Jadi anggaplah ini bagian dari ketetapan takdir, biar enak jalaninnya.
Sama seperti takdir lain, jika belum bisa tercapai sekarang, belum dapat direalisasikan meski orang lain seolah sudah berlari di depan, bukan berarti kenyataan itu buruk. Sebaliknya, itulah ketetapan terbaik untuk kita. Hanya karena kita belum paham, bukan berarti kita tidak bisa sabar. Hanya karena kita harus belajar lagi untuk mengerti, bukan berarti kesulitan yang harus dihadapi tidak bisa dipahami .Karena pada dasarnya setiap orang memiliki "orbit" yang berbeda. Jika disamakan, bagaimanalah nanti jadinya? Bisa tabrakan atau kalau memaksa, kita sendiri yang dapat akibat buruknya. Jadi, selamat berbahagia pada waktunya buat orang-orang yang sabar.
Baik, pertengahan tahun 2024 ini memang cukup istimewa, setelah kami lalui setengah tahun pertama yang cukup berat. Semoga ada kesempatan lain untuk menuliskannya dengan baik suatu hari nanti, yang pasti belum diniatkan sih, tapi ya semoga nanti bisa jadi tulisan. Sekarang, mari kita fokus pada setengah tahun yang belum terisi. Maka untuk mengawali setengah tahun terakhir yang sebisa mungkin penuh bahagia, aku meminta ibu datang ke Tasikmalaya.
Ini adalah kunjungan pertama sekaligus perjalanan panjang naik kereta sendirian pertama baginya. Setelah berpuluh tahun jarang bepergian jauh, kalaupun bepergian tak pernah lagi sendiri. Mungkin sejak memilikiku, ibu tak pernah lagi menikmati perjalanannya sendiri. Sebuah perjalanan panjang yang akan diikuti dengan perjalanan luar biasa berikutnya, insya Allah.
My Favorite One |
Sebelumnya aku sempat khawatir, kalau ibu tidak cukup berani naik kereta dengan sistem yang jauh berbeda puluhan tahun lalu. Bagaimana jika di kereta ibu butuh sesuatu, mau minta tolong siapa? Belum lagi khawatirku akan perasaannya yang mungkin saja takut salah turun, tapi rupanya aku overthinking. Ibuku wanita luar biasa, jangan heran jika berhasil mendidik anaknya jadi sepertiku. Bagian ini asli narsis, sih. Tolong diabaikan.
Tasikmalaya For a Few Days
Rencana ibu ke Tasikmalaya untuk beberapa hari mengingatkannya pada janji pada Tante Yayuk, kerabat jauh yang sangat baik dan akrab lebih dari sepuluh tahun terakhir. Ibu mengenal Tante Yayuk lewat Mbah Dalil, tetangga sebelah rumah yang tinggal sendiri sampai meninggalnya pada 2011 (kalau tidak salah ingat). Tante Yayuk adalah keponakan Mbah Dalil, yang karena tinggal di Bandung tidak bisa merawat tantenya di saat terakhir. Sementara ibuku sebagai tetangga yang punya tenaga sekaligus kesempatan berbuat baik, merawat Mbah Dalil sampai saat terakhirnya. Itulah kenapa kemudian Tante Yayuk dekat dengan ibu, yang dianggapnya seperti teman lama sekaligus saudara.
Saat tahu aku tinggal di Tasikmalaya sejak pertengahan 2022, tante berpesan agar ajak ibu main ke Bandung. Memang sejak pindah ke Bandung sampai 2024 ini, ibu belum sekalipun mengunjungiku. Jadi ketika mau ke sini, ibu ingat pernah berjanji akan mampir ke Bandung. Jadilah beberapa hari tinggal di Tasikmalaya harus perpanjang izin kepada ayah agar dibolehkan sekalian ke Bandung. tentu saja tak kubiarkan ibu pergi sendiri kali ini. Meskipun harus "menghilang" dari kampus dua hari, wajar kan kalau ibu lebih penting bagiku? Modus biar bisa main bareng ibu aja sih ini.
Setelah beberapa hari menikmati udara Tasikmalaya yang sejuk cenderung dingin saat malam, tidur cukup, makan nasi TO dan tahu kehidupan anaknya di perantauan, aku lanjutkan kontak dengan Tante Yayuk untuk memastikan jadwal. Alhamdulillah tante ada waktu dua hari dan mengizinkan kami berkunjung di tanggal 1-2 Agustus 2024. Ekspektasi kami sederhana: bisa bertemu Tante Yayuk dan keluarga, serta menepati janji yang sudah pernah dibuat saja sudah cukup. Rupanya takdir berkata lain. Kami dapat banyak sekali kebaikan selama berkunjung ke Bandung.
Bandung Barat ke Timur Lalu ke Selatan
Kami sampai di Stasiun Cimahi sekitar jam 1 siang, stasiun terdekat dengan rumah tante. Padahal setelah turun dan makan siang kami diajak berkunjung ke saudara yang juga dikenal ibu, di daerah Antapani dan Baleendah, yang secara jarak lebih dekat dari stasiun Kiaracondong. Hanya karena instruksi tante turun di Cimahi, kami ikut. Kunjungan berlangsung dari siang sampai malam.
Pertama ke Antapani, kami ketemu Tante Sri, chef cake and bakery yang baik hati. Kami sempat nyicip nastar, silky puding dan bawa pulang Cheese Cuit. Enak banget kayanya kalau dekat Tante Sri, bisa belajar baking dan bikin macem-macem kue dan dessert enak. Kapan-kapan jadi pengen main lagi ke Antapani sih, semoga terealisasi ya....
Puding karamel dan Cheese-cuit |
Dari Antapani kami lanjut ke Baleendah, tempat Tante Wanti dan anak cucunya tinggal. Dira, gadis cantik berusia 3 tahun itu menempel padaku selama di sana. Kami sudah disiapkan sayur Asem lengkap dengan lauk pauk dan sambal enak. Pulang dari Baleendah mampir Antapani karena mengantar Tante Sri, lalu kami lewat tengah kota (tanpa tol), sehingga bisa mampir ke Cari Rasa, penjual roti bakar paling legendaris di Bandung, dan beli keripik tempe beserta kawan-kawannya di ruko sekitar situ. Jadilah kami pulang ke Cimahi sudah cukup larut. Kami sangat bersyukur tante dan om izinkan menginap di sana, di kamar Vania yang sedang menempuh pendidikan profesi apoteker. Fasilitas rumah tante yang standar villa bikin betah. Dari cerita mereka selama di perjalanan kami jadi paham, setiap keluarga memiliki dan menjalani perjuangannya masing-masing. Indahnya kehidupan om dan tante sekarang adalah buah manis dari kesabaran dan keputusan-keputusan baik yang mereka ambil sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan perjalananku yang belum seberapa, harusnya aku bisa lebih bersyukur dan bersiap dengan masa depan. Kita tak pernah tahu batas waktu berapa lama akan hidup di dunia, yang ada hanya upaya demi upaya terbaik yang harus dilakukan setiap hari. Hanya keputusan-keputusan bijak yang harus diambil demi masa depan yang kita inginkan.
Tangkuban Parahu 2024
Besok paginya, kami diajak jalan-jalan ke pasar kaget. Pasar dadakan yang diciptakan masyarakat sekitar di sebuah tanah lapang dekat komplek rumah tante. Seperti kebanyakan emak-emak, semua jajanan pengen dibeli dan dicoba. Tante berkali-kali menawari kami jajanan di sana. Semua tampak enak, tapi kami juga sadar kalau pengen dibeli semua terus nanti yang makan siapa?
Pasar kaget Cipageran |
Setelah sarapan ringan, mandi dan bersiap, petualangan baru dimulai. Om dan tante mengajak kami menuju Tangkuban Parahu, salah satu destinasi wisata yang selama ini hanya kukenal lewat foto dan cerita. Dari Lembang terus naik, ternyata jaraknya cukup dekat dari Cikole, yang sudah kukunjungi di akhir 2022 lalu bersama dosen dan karyawan FEB Unsil.
Jalanan yang menanjak menguji kelihaian menyetir. Om Aris sangat bisa diandalkan dalam hal ini, sehingga kami sampai di pelataran parkir paling atas dengan aman. Tiket masuk Rp20.000/orang, ditambah tiket dan parkir mobil Rp35.000,-. Kami langsung disambut aroma belerang dan kabut cukup tebal ketika turun dari mobil. kami beruntung karena meskipun kabut, cuaca hanya mendung dan tidak turun hujan.
Parkir di tepi hutan pohon manarasa |
Area wisata di Tangkuban Parahu ternyata tidak terlalu luas. dari parkiran kita bisa berfoto di sepanjang tepian kawah yang sudah berpagar. Bagian kanan dari arah parkiran konturnya turun, ada masjid besar warna biru dengan kubah kuning emas yang dikelilingi ruko penjual makanan dan souvenir sepertinya. Kami memilih tracking ke sebelah kiri, naik hingga puncak paling tinggi di tepian kawah. setelah mengambil beberapa foto, kami turun dan masuk ke hutan yang dipenuhi pohon Manarasa (menurut berita). Kupikir awalnya itu pohon apel karena daunnya kecil dan akarnya menancap di bebatuan, tapi kucari buahnya tak tampak.
Welcome to the crater |
Setelah puas berfoto, rasanya tidak ada lagi yang ingin kami lakukan. Tidak ada jajanan yang menarik, souvenir atau buah yang ingin kami beli. Jadi setelah puas berkeliling, kami memutuskan pulang. Kembali ke arah Bandung kota, lewat Lembang. Mampirlah kami di Tahu Susu Lembang, dengan niat mengunjungi gerai milik teman Om dan Tante. Sayangnya merek atidak di situ, jadi setelah ngemil tahu, kami langsung ke Bandung.
Ketemu ODOPers
Karena kami turun dari Ciater masih siang, sementara jadwal kereta terdekat sore, berarti masih ada cukup waktu kalau mau ketemu teman. Kuhubungi Kak Mia, salah satu ODOPers yang sebenarnya tinggal di Cimahi, tapi belum sempat ketemu saat kami di sana. Kami jadwalkan ketemu di stasiun Bandung jam 14-an. Kebetulan ada jadwal KRL dari Cimahi jam segitu dan kami bisa makan siang sebelum ke stasiun.
Mie kocok Bandung depan Persib |
Tante menuruti keinginanku makan mie kocok. Kami merapat ke stadion Persib Bandung, yang katanya di sana ada yang jual mie kocok enak. Jadilah itu pengalaman pertamaku makan mie kocok Bandung. Gimana kesannya? Enak, karena sesuai pendapat teman-teman di kampus kalau yang ada cuma makanan enak dan enak banget. Tidak ada makanan yang tidak enak, hehe. Hanya saja setelah makan aku tahu bahwa mie kocok tidak cocok dengan perutku. Kenapa begitu? Entahlah. Sejak dua tahun terakhir perutku seolah selalu menyalakan alarm untuk memilah mana makanan yang cocok dan tidak. Kalau cocok, setelah makan semua aman. Kalau tidak? Sakit perut, hehe... Padahal pas makan mah enak aja. Agak manja, memang...
Setelah makan siang, sholat di masjid stasiun, kami menunggu Kak Mia di ruang tunggu stasiun. Ternyata yang ditunggu harus muter dan nyeberang dari stasiun KA lokal ke stasiun KA jarak jauh. Aduh kak, maaf ya jadi jalan jauh... mana jalan sendirian lagi. Untung gak sama bocil sih, ada bainya Atala tidur siang pas emaknya mau berangkat. Dia aman dari drama jalan kaki 15 menit bersama emaknya.
Kami di stasiun Bandung |
Akhirnya kami ketemu! Stasiun Bandung jadi saksi kali ini. Ada banyak cerita mengalir, yang tentu saja tidak bisa dan perlu dijadikan konten. Kami menikmati pertemuan pertama sekaligus deep talk antar remaja yang lama bersahabat di dunia maya ("remaja" gak tuh?!). Hehe, asli meskipun baru pertama ketemu kok tiga jam bercerita sambil berburu tiket go show gak kerasa ya kak? Aku sempat khawatir Atala mencari emaknya karena hari sudah sore, tapi di luar juga hujan. Jadi lebih dari tiga jam kami habiskan dengan agak khawatir tapi ya gak udah-udah. Gimana sih?
Ngobrol sambil berburu tiket go show ternyata nggak enak, gais. Kami kehabisan tiket untuk kereta jam 17.20, jadi harus tunggu lagi untuk kereta jam 19.00 ke arah Tasikmalaya. Jika kereta ini tidak kebagian yang go show juga, kami masih bisa menunggu lagi untuk kereta jam 20.00 atau pindah ke Stasiun Kiaracondong untuk naik kereta yang jam 22.30. Untung banyak ya pilihan keretanya, jadi tidak perlu terlalu khawatir. Aku cek tiket kereta yang dari Kiaracondong juga masih banyak, jadi aman kalau misal benar kehabisan tiket dari Stasiun Bandung. Ya meskipun artinya kami harus pindah stasiun, tapi tidak terlalu jauh.
Selesai ngobrol hampir maghrib, Kak Mia pamit pulang. Eh dibawakan oleh-oleh juga rupanya kami, ada wedang tradisional instan (tinggal seduh), sale pisang, keripik-keripik khas Bandung, merepotkan sekali. Padahal ketemu aja udah senang sekali. Berasa pertemanan kami selama ini di dunia maya jadi kenyataan.
Setelah Kak Mia Pulang, aku menunggu jam 18.00 lewat beberapa menit dan menuju layanan CS untuk beli tiket, karena di aplikasi harganya belum berubah. Alhamdulillah, akhirnya kami dapat tiket untuk jam 20.00, kereta Mutiara Selatan. Rezeki anak shalihah, ya... Kami tidak perlu pindah stasiun. Kasihan juga ibu yang sudah mulai lelah kuminta menunggu selama itu. Gapapa sih, ibu tetap tampak bahagia kok.
Kami sampai di Tasikmalaya jam 22.40, pulang naik motor (lagi) dan mampir beli mie goreng karena di penjualnya nasi goreng habis. Kami sampai kos jam 11 lewat, lalu makan, bebersih diri, sholat dan bersiap tidur setelah lewat tengah malam. Alhamdulillah...
Lovely Uncle&Aunty |
Perjalanan kali ini perlu diabadikan, itulah sebabnya kutulis di sini. Suatu saat bisa dibaca lagi untuk mengingatkan pada setiap detil cerita yang tak tertulis. Tulisan ini juga sebagai ucapan terima kasih spesial buat Om Aris dan Tante Yayuk yang udah jadi sponsor utama perjalanan kami selama di Bandung-Cimahi-Ciater-sampai pulang ke Tasikmalaya. Semoga om dan tante selalu sehat, diberkati rezeki dan hidupnya. Sampai jumpa kembali dalam keadaan yang lebih bahagia ya om, tante...
Tulisan ini juga berfungsi mengabadikan pertemuan pertama sama Kak Mia. Semoga nggak kapok ngobrol dan berbagi cerita ya. Aku tunggu main ke Tasik, kak... Kita jajan baso dan muter-muter kota yang belum benar-benar kukenali ini. Terima kasih juga buat pembaca, yang udah meramaikan blog yang sudah lama kesepian ini. Sampai jumpa di tulisan berikutnya, ya.
No comments:
Post a Comment