Kau tahu, seberapa menyedihkan rasanya menjadi orang yang paling akhir tahu tentang sesuatu yang terkait dengan dirimu? Tenang, itu bukan hal paling menyedihkan yang bisa kau rasakan. Pekan ini aku belajar rasa sakit yang lebih parah, yaitu tidak dianggap. Dalam hal apapun, pengabaian adalah bentuk luka paling menyakitkan.
Bagiku, kau boleh marah, menyalahkan, menganggap tidak
penting, tapi sampaikan dengan baik. Jangan diam, menghilang, pergi,
mengabaikan aku yang berdiri sendiri tanpa pemahaman. Kau tak mengerti seberapa
rapuh aku, kan? Dengar, aku…maksudku hatiku sudah pernah hancur. Sekarang ia
tampak baik-baik saja, tapi sesungguhnya, hatiku tidak setegar itu.
Peristiwa Menyedihkan Pekan Ini
Anggaplah ini sebagai caratan kesedihan di pekan pertama
tahun 2023. Tercatat dua kali di pekan ini aku merasa seperti sudah melakukan
kesalahan besar yang tidak kupahami, sebenarnya salahku apa? Salah satu
peristiwa terjadi pekan lalu sih, tapi baru kerasa lukanya di pekan ini. Gimana
dong?
Mau kuperjelas?
Pertama, ketika ada yang bertanya, “Kamu lagi ngejar aku? Kok
sikapmu begitu ke aku?” Hatiku kaget, spontan berpikir, “Sikapku yang mana
salah, ya? Sampai ada yang berpikir aku sedang PDKT ke dia? Oke, aku salah,
jadi harus minta maaf.” Tanpa menunggu hitungan jam, tanpa membaca detail “judge”
di pesan panjang yang dia kirim sebelumnya, aku mengetik permintaan maaf beberapa
kalimat. Satu hal yang pasti, saat ada yang berpikir bahwa aku salah, maka aku
harus segera minta maaf.
Permintaan maaf itu kuanggap sebagai cara yang baik untuk menutup sebuah kasus. Aku sudah minta maaf dan dimaafkan, maka urusan itu selesai. Menjadi berbeda ketika bertemu langsung, karena aku masih harus membuktikan kalimat sanggahan yang kukirim sebelumnya adalah benar, tanpa ragu. Masalahnya, hari pertama bertemu setelah peristiwa itu, adalah hari saat sakit kepala menyerangku dengan hebat.
Aku mau bersikap ramah seperti biasa, tapi tidak bisa. Setengah
porsi jam kerja di hari itu kuhabiskan dengan berpikir tentang cara paling
efektif untuk meredakan rasa nyut-nyutan di ubun-ubun. Apakah aku harus
membatalkan puasa? Atau pulang lebih awal lalu tidur? Bukankah akan lebih buruk
saat merasa sakit sendirian di kamar? Akhirnya hanya sikap berusaha tenang yang
bisa kutunjukkan. Ayolah, sakit kepala ini sementara. Sebentar lagi pergi.
Sabar, ya…
Hari itu kututup dengan cara yang baik, saat dewa penolong
akhirnya mengobatiku dengan caranya yang unik. Beberapa percakapan panjang
dengan seseorang yang dewasa dan sangat ... Layak menjadi partner hidup berhasil menghibur dan
meredakan sakit kepalaku sore itu. Kami berbincang sampai malam tiba, dan tidur
dengan nyenyak. Esok paginya, kurasa kepalaku bisa berpikir dengan lebih baik
dan tubuh terasa lebih ringan.
Soal tuduhan ingin mendapatkan seseorang yang aku tidak
merasa pantas berdiri di sampingnya dan kupikir begitu juga sebaliknya, bisa
kuabaikan dan kuanggap tidak perlu jadi pembahasan panjang. Harapan
sederhanaku, tidak lagi aku salah mengambil sikap sehingga maksudku yang ingin
bergaul dengan baik malah disalahartikan.
Mungkin perlu ada yang mengajariku cara bergaul dengan lawan
jenis terutama, sehingga maksudku yang ingin biasa saja, berteman dengan baik,
tidak disalahartikan lagi nanti. Saat ini tiba-tiba aku teringat ucapan seorang kawan di bangku
sekolah,
“Matamu, Ki. Hati-hati… Pandanganmu bisa dianggap terlalu
tajam bagi lawan jenis. Kalau aku bukan teman dan tidak mengenalmu dengan baik,
sangat mungkin aku berpikir bahwa kau sedang tertarik padaku.”
Sementara aku yang duduk di depannya sambil menikmati
semangkuk bakso, langsung tersedak. Setelah adu argumen, aku berterima kasih
padanya sekaligus minta maaf, karena sungguh saat itu dia kuanggap sebagai teman yang
baik dan memahamiku. Setelah kejadian itu, aku tidak benar-benar memikirkannya.
Apa sekarang aku harus minta maaf secara langsung dan
berterima kasih karena sudah berterus terang? Tidak perlu, kan? Semoga sikapku
yang benar-benar menganggap dia biasa saja, bisa dipahami dan tidak
terjadi konflik serupa di masa depan. Aku sedang bersiap mengumumkan siapa
lelaki yang kuanggap layak disebut pasangan, jadi tolong bersabar.
Kedua, adalah ketika pagi di akhir pekan dua orang kawan baik seolah
menuduhku sedang dekat dengan seseorang di sekitar sini. (Ujian macam apa lagi
ini?) Apa statusku yang masih lajang adalah sasaran empuk misi perjodohan?
secara teori, itu wajar dan sangat mungkin. Hanya saja di sisi lain aku hampir
tak percaya, apakah aku perlu mengumumkan siapa sebenarnya orang yang sedang
dekat dan sangat berjasa padaku selama ini agar mereka tidak berprasangka lagi?
Tidak! Tahan ya…. Sabar…
Ya Allah…. aku salah apa lagi kali ini?
Baik, aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi. Dalam
situasi ini, idealnya aku bisa bertanya kepada mereka tentang alasan sikap itu.
Peristiwa apa yang kulewatkan sebelumnya? Hingga mereka begitu leluasa, seolah
merencanakan perjodohanku adalah proyek besar yang menarik dan sangat penting
disukseskan.
Sayangnya, saat aku bertanya “Kalian kenapa? Ada informasi
apa? Kejadian apa yang kulewatkan sebelumnya? Jawaban mereka hanya, “Nanti juga
kamu tahu.”
Hah???
Terima kasih sudah menyakitiku dengan jawaban yang kalian sembunyikan.
Kalimat-kalimat kalian selanjutnya tidak jelas berdengung di
kepalaku. Termasuk rencana kegiatan pekan depan, mana yang harus kuikuti? Terserah
nu mana nu kudu diiluan, nu penting mah ukur grup mana nu bagja lamun aya di
antarana. Upami abdi kedah lebet sadayana, muhun hayuk, atanapi upami henteu
aya anu ngajak kuring, masih seueur anu tiasa dilakukeun.
Semakin ramai pertanyaan itu datang, ada sesuatu yang ingin
meledak dari dalam diriku. Beberapa menit kemudian aku memilih menghindar,
menenangkan hati dan meyakinkan diri, all is well. Saat kembali ke
ruangan, kuanggap selesai konflik dalam diriku yang tadinya kesulitan menerima
ketidaktahuan.
Bukankah adakalanya, tidak tahu apa-apa itu jauh lebih baik dibandingkan sebaliknya?
Setelah kesedihan ini kutulis dan kupublikasikan di blog,
maka interpretasi selanjutnya kuserahkan pada para pembaca. Hal pertama yang
kupahami, aku tidak menyebut nama, tempat dan detail kejadian. Jadi secara
hukum tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kedua, jika kejadian serupa terulang
kembali, semoga aku bisa menyikapinya dengan cara lebih baik dan emosi yang
lebih stabil.
Untuk pelajaran berharga di pekan pertama 2023 ini, aku
mengucapkan terima kasih pada diri sendiri. Karena sudah berusaha tegar, kuat,
dan tidak membalas menyakiti siapapun pada akhirnya. Selain itu, mau menulis
dan mempublikasikannya berarti sebuah keputusan untuk berani lebih terbuka pada
dunia, tentang apa yang menyebabkan rasa sedih atau bahagia. Mungkin ini baik
untuk jadi rutinitas pekanan, mengisi blog yang sepi tanpa banyak tulisan.
Terima kasih, ya sudah membaca…
Kak aku sudah membaca, sebagai orang yang merasakan kesedihan di akhir tahun dan sampai sekarang masih terasa, aku berdoa semoga Kak Saki sehat dan bahagia selalu, terima kasih selalu mendengar curhatanku, peluk jauh untuk Kak Saki 🤗
ReplyDeleteWkwkwk.. Terima kasih, nanti bagian catatan pentingnya juga ada, agak malem insya Allah.. Hehe
Deletecommercial contract disputes lawyer
ReplyDeleteThe author's 'Catatan Kesedihan di Awal Tahun 2023' is praised for its poignant reflections, vulnerability, authenticity, and profound insight into the human experience. The narrative offers profound insight into the human experience, and the writing style captivates readers. The author navigates sadness with courage and resilience, leaving a lasting impact on the reader. Each line is filled with heartfelt sentiment, making 'Catatan Kesedihan di Awal Tahun 2023' a beautifully crafted work that touches the soul.
As we reflect on the beginning of 2023, notes Essex County reckless driving lawyer||Verified Complaint New York Divorce of sadness remind us of the challenges and losses we've faced, yet they also inspire resilience and hope for brighter days ahead.
ReplyDelete"Catatan Kesedihan di Awal Tahun 2023" reflects the emotional struggles and challenges faced at the beginning of 2023. This personal account highlights feelings of sorrow, disappointment, and loss, providing a poignant reflection on how individuals cope with difficult circumstances, setting the tone for the year ahead.
ReplyDeleteDui Lawyer Stafford VA