Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Elaine Hatfield tentang ketahanan cinta pasangan menunjukkan hasil menarik. Pertama, perasaan pria ternyata bisa lebih mencintai pasangannya, bukan sebaliknya. Namun, tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam seberapa banyak pria dan wanita bisa saling mencintai. Kabar baiknya, sampai saat ini para peneliti tidak berhasil mengukur besaran cinta secara empiris.
Kedua, waktu tidak memiliki efek yang lebih korosif pada
perasaan cinta wanita yang penuh gairah daripada mencintai pasangan — keduanya
agak menurun seiring bertambahnya usia hubungan. Hasil penelitian ini kurang
lebih mendukung anggapan kebanyakan orang bahwa 5 tahun pertama usia pernikahan
adalah masa kritis.
Ada pemahaman yang berkembang bebas di masyarakat, katanya
cinta dalam pernikahan hanya bertahan pada dua tahun pertama. Selebihnya
pasangan bisa saling bertahan bukan lagi karena perasaan, tapi tanggung jawab,
persahabatan dan komitmen.
Anggapan ini belum bisa dibenarkan secara empiris. Karena
terbukti sampai saat ini, meskipun benar bahwa banyak angka perceraian terjadi
pada usia pernikahan di bawah 5 tahun, tapi dominan penyebabnya adalah faktor
ekonomi, bukan hilangnya cinta. Toh meskipun cinta “habis” seiring waktu, masih
ada komitmen, tanggung jawab, dan mungkin banyak peristiwa yang bisa
menumbuhkan perasaan itu kembali atau bahkan lebih dahsyat.
Sementara dalam terminology berbeda, saya tiba-tiba teringat
pernah membaca sebuah ungkapan, “Setiap cinta datang bersama sebab, dan akan
hilang bersama hilangnya sebab”. Bisa jadi, ekonomi menjadi sebab datangnya
cinta, semakin tinggi tingkat penghasilan, semakin besar rasa cinta. Bagi orang
lain, perhatian bisa jadi penyebab datangnya cinta, dan sebagainya.
Kenali Bahasa Cinta Pasangan Sedini Mungkin
Saat ini kita lebih mengenal “love language” atau bahasa
cinta sebagai salah satu sebab datangnya parasaan istimewa tersebut. Istilah
ini dipopulerkan oleh para psikolog yang mengajarkan adanya perbedaan afirmasi
cinta setiap orang. Ada yang sikapnya dalam melayani pasangan adalah ungkapan
cinta tanpa kata, ada yang harus jelas diucapkan “I love you”, baru bisa
percaya sedang dicintai oleh pasangannya.
Uniknya, ada juga orang yang memilih quality time bareng
pasangan sebagai bahasa cinta paling layak dinikmati. Nonton TV bareng, saling
berbagi pekerjaan rumah saat libur, bahkan memasak bersama bisa menjadi penguat
cinta yang hebat. Kalau sudah kenal dengan bahasa cinta pasangan dan mampu
beradaptasi satu sama lain, mungkin usia kritis dalam pernikahan tidak akan
lagi dikenal di masa depan.
Hanya saja untuk mengenali bahasa rahasia ini, setiap orang
perlu melakukan observasi yang tidak selalu sebentar. Ada yang butuh waktu
bertahun-tahun untuk mengetahui apa yang paling menarik minat pasangannya.
Karena sejatinya manusia, lebih mudah untuk merasa ingin dimengerti,
dibandingkan dengan harus memahami pribadi orang lain.
Biasanya, cara paling mudah mengenali bahasa cinta pasangana
dalah dengan memperhatikan kebiasaan yang membuatnya bahagia. Jika ia lebih
suka mendapat pujian dan ucapan “Kamu hebat. Aku bangga menjadi pasanganmu”,
dibandingkan dengan menerima hadiah bunga, berarti dia type words of
affirmation.
Kalau pasangan lebih suka menerima kejutan berupa hadiah
atau semacamnya, berarti bahasa cintanya adalah menerima hadiah. Bagi saya
pribadi, bahasa cinta paling menarik untuk dibahas adalah quality time.
Tidak peduli berapa menit atau jam bisa bersama setiap hari, jika benar-benar
berkualitas pasti bisa menguatkan dan meningkatkan perasaan cinta pada
pasangan.
Sisi paling menarik dari quality time bagi pasangan
adalah begitu banyaknya kegiatan yang bisa dimodifikasi agar dapat dilakukan
bersama-sama. Selain meringankan tugas harian, kegiatan ini sangat menguras
energi dan kesungguhan. Setelah selesai, bukan hanya cinta yang bertambah tapi
pasti ada karya yang dihasilkan.
Seperti memasak bersama misalnya, suami istri bisa memilih
menu sederhana tapi disukai, bahannya mudah didapat dan tidak ribet saat proses
memasak. Suami yang perhatian pasti ingin membantu apapun yang dibutuhkan
istrinya. Saya hampir yakin, ketika ini dilakukan, dapur bisa jadi lebih
berantakan dari biasanya.
Sebagai imbalannya, komunikasi yang baik saat memasak
bersama bisa menjadi momentum berharga bagi kedua pihak. Inilah realita yang
tercermin nyata dalam eksperimen yang dilakukan oleh Kecap ABC.
Suatu hari, manajemen mengundang beberapa orang istri dan
ditantang memasak. Tanpa sepengetahuan mereka, para suami didatangkan tepat ketika
mereka hendak mulai memasak. Apa yang terjadi? Para istri yang awalnya berpikir
melibatkan suami adalah pilihan buruk, berubah pikiran setelah selesai memasak
dibantu suaminya.
Bagian dari tulisan ini terinspirasi dari hasil
dokumentasi tim kreasi #SuamiIstriMasak Kecap ABC pada video berikut:
#SuamiIstriMasak, Mencegah Hubungan Retak
Ternyata, kegiatan #SuamiIstriMasak bisa jadi sangat
menyenangkan. Tidak peduli seberapa lelah dan lapar, kegiatan memasak dibantu
pasangan bisa menjadi daya tarik keduanya untuk saling memahami, menumbuhkan
dan merawat cinta. Bicara tentang kolaborasi pekerjaan suami dan istri, saya
jadi teringat sebuah peristiwa di rumah.
Suatu petang, tidak ada makanan di rumah karena semua
penghuninya sibuk seharian. Hanya ada bakso bulat tersimpan di freezer,
tahu di rak chiller dan sedikit sayuran lain di loker bawah. Ayah yang sudah siap makan malam belum melihat
apapun di meja otomatis bertanya apa menu makan malam itu.
Ibu tidak menjawab, mungkin karena lelah. Kuperhatikan saja
tingkah laku suami istri paruh baya itu diam-diam dari kamar yang berada tepat di depan dapur. Meski tanpa kata, ibu pergi
ke dapur, menyalakan kompor dan merebus air. Kemudian membuka freezer dan
mengambil beberapa butir bakso. Ayah langsung tanggap, “Wah, bakso ya? Kayanya
enak nih kalau bikin bakso lengkap.”
Tanpa diperintah, ayah mengambil tahu di kulkas dan
memotongnya, lalu menggoreng sampai kering. Sementara ibu menyiapkan bakso dan
kuahnya, tidak lupa menambahkan beberapa cabai rawit sebagai bahan sambal. Tak
lama kemudian, tahu goreng ayah siap. “Nih yah, sekalian potongin seledri sama sawinya.”
Ibu menyerahkan beberapa tangkai seledri segar yang sudah dicuci bersih.
“Potong kecil atau besar?” aku tahu, pertanyaan itu hanya
basa-basi. Ibu yang awalnya cuek, diam-diam tersenyum.
Sepanci bakso dan kuahnya tersaji beberapa menit kemudian. Di piring lain, tahu goreng ayah sudah siap untuk siapapun yang mau menjadikannya pelengkap. Ibu kemudian meletakkan botol berisi kecap ABC dan sambal di dekatnya. “Makan bakso harus pakai kecap biar enak,” seru ayah riang. Menu makan keluarga ini terselamatkan berkat suami istri paruh baya yang mau masak bersama.
Aku membayangkan jika ibu memilih egois setelah lelah dengan kegiatannya seharian. Kemudian ayah memilih marah sebagai pelampiasan, apa yang akan terjadi? Sudah pasti hubugan suami istri begitu mudah retak, bahkan hancur. Dengan kegiatan #SuamiIstriMasak, sebuah hubungan bisa terselamatkan. Tentu penyebabnya adalah kemauan untuk menurunkan ego dan saling memahami kebutuhan.
Kampanye #SuamiIstriMasak Kecap ABC Dari Tahun ke Tahun
Apakah semua suami sejak zaman dahulu mau begitu perhatian
dan membantu istrinya? Tentu saja tidak. Hanya sebagian kecil, mungkin. Sudah menjadi
rahasia umum penduduk Indonesia, bahwa sosok suami adalah pemimpin, kepala
rumah tangga, dan pengendali keputusan. Sementara para istri banyak berperan
sebagai pengendali teknis dalam rumah tangga.
Sampai pada tahun 2018, tim kreatif Kecap ABC menginisiasi
kampanye #SuamiIstriMasak, menjadikannya sebagai ide iklan. Pada tahun 2019,
kampanye ini diinisiasi sebagai Hari Kesetaraan Perempuan. Tahun 2020, kampanye
ini dikembangkan melalui kolaborasi dengan platform edukasi untuk
melibatkan anak-anak dalam kampanye Hari Kesetaraan Perempuan.
Tidak berhenti di situ, tahun 2021 Kecap ABC berkolaborasi
dengan Titi Kamal dan Christian Sugiono untuk menekankan pentingnya kolaborasi
suami dan istri di dapur. Satu hal yang menarik perhatian saya dari kampanye
ini, adalah munculnya beberapa jurnal ilmiah yang menjadikan kegiatan
#SuamiIstriMasak sebagai bahan riset.
Sebagian hasil riset yang dipublikasikan |
Terlepas dari tidak semua riset tersebut menyebut keunggulan dampak kampanye, saat ini kita dapat merasakan manfaatnya. Dunia konten membuat dapur tidak lagi harus selalu dikuasai istri. Para suami sudah terbiasa ikut berperan aktif menghidupkan dapur dan mencampuri cita rasa masakan yang tersaji di meja makan.
Bukankah ini kabar baik? Apalagi faktanya di luar sana, ada
begitu banyak laki-laki yang sukses meniti karir sebagai chef. Sungguh, memasak
bukanlah aib bagi lelaki, bahkan bisa menjadi daya tarik luar biasa. Selain mendatangkan
uang, ia juga bisa menjadi perekat cinta. Ah, jadi pengen punya suami nih biar
bisa diajakin masak bareng. #eh
Boleh dicoba nih, biar makin sayang sama istri :D Btw share sedikit mitos tuna kaleng yang katanya tidak boleh dikonsumsi saat hamil. Ini mitos ya bund, justru nutrisi dari ikan Tuna baik untuk pertumbuhan bayi karena mengandung tinggi protein dan omega-3.
ReplyDeleteSemoga bermanfaat dan sukses selalu!