Beberapa bulan lalu, Reni, salah satu teman sekaligus adik di ODOP berkali-kali tanya, “Mbak tips merantau apa?”. Aku yang memang merantau sejak SMA bingung menjawabnya, apa, ya? Selama ini kalau mau merantau, ya merantau aja. Asal ibu kasih izin, semua berjalan baik-baik saja. Hidupku praktis sekali memang untuk ukuran remaja. Bukan hanya karena nggak mau hidup mewah, tapi juga karena belum bisa. Hehehe
Lagi-lagi, catatan ini kuniatkan
jadi semacam jurnal perjalanan. Suatu saat jika aku membaca ulang, semoga
kenangan bersama seluruh pelajaran yang harus kuambil, kembali bisa kubawa
untuk perjalanan selanjutnya, sebagai bekal dan pengingat diri. Agar hati tidak
dikuasai sombong, angkuh, merasa tinggi. Karena sejatinya perjalananku bukan
perjalanan sultan yang serba mudah
mengikuti kata hati.
Perjalananku Merantau
Aku merantau sejak SMA, karena
nggak pengen sekolah dekat rumah. Merantau berarti kesempatanku belajar
mengatur diri sendiri terbuka lebih luas.
Benar saja, aku bisa lebih dekat berangkat dan pulang sekolah, ikut
berbagai macam kegiatan, dan punya beragam teman.
Kos jaman SMA ku bukan kos mahal,
masih tinggal bareng pemilik dan keluarganya. Sebulan cukup bayar 30.000 rupiah
saja. Sementara kos saudaraku saat itu per bulan bayar 55.000, 75.000, bahkan
90.000 dan 100.000 per kamar. Di tempatku, 30.000 itu karena sekamar ditempati
berdua. Kalau sendiri ya otomatis dua kali lipat bayarnya.
Tidak banyak bekalku untuk
merantau saat SMA di kota Jombang ini. Penting bawa baju, dan perlengkapan sekolah, udah. Belum
kenal kosmetik, nggak punya uang jajan lebih jadi ga pernah beli barang yang di
luar kebutuhan sekolah atau makan. Buat makan, kami bisa masak sendiri dengan
iuran minyak tanah buat di dapur (saat itu belum zaman gas tabung melon
subsidi), selain tentu saja iuran bahan masak. Atau kalau mau praktis, bayar aja
sekali makan 2000-3000 ke ibu kos. Lauknya suka-suka beliau lagi masak apa.
Selesai SMA, pulang ngekos aku
cukup naik motor. Nggak banyak barang, jadi nggak repot. Setelah lulus sampai
sekarang, aku belum pernah sekalipun sambang ke ibu kos. Gimana kabarnya
ya? Semoga mereka baik dan sehat selalu, mungkin sudah lupa denganku. Atau aku
yang nggak sopan ya, nggak pernah nengok. Nggak berani sih… apalagi belum
nikah, pasti diledekin atau dijodohin. Nggak mauu.. ☹
Merantau Kuliah S1
Selesai SMA, takdir membawaku
merantau lagi, kuliah di Jogja. Kali ini tinggal di asrama. Tinggal bawa barang
peribadi, makan dari catering. Praktis, taunya belajar, kuliah, ikut kegiatan,
dan kadang pulang ke rumah nenek (saat itu nenek dari ibu masih ada, aku salah
satu cucu kesayangannya). Ya paling pulang ke nenek dua atau tiga bulan sekali.
Pulang ke orang tua satu semester sekali.
Selesai kuliah, barangku nggak
jauh berbeda dari pas berangkat. Isinya cuma baju, buku, dan rak buku. Nggak
banyak tambahan karena memang nggak belanja barang tahan lama. Bahkan ada
beberapa barang yang kudapat dari pinjam. Gallon misalnya, punya pakde kubawa
ke kos. Selesai ngekos, kukembalikan lagi ke rumah Pakde. Cermin yang kubeli,
kutinggal di rumah pakde selesai kuliah, bermanfaat sampai sekarang,
alhamdulillah.
Begitu juga sepeda, punya teman
ayah, kukembalikan setelah kuliahku selesai sebelum wisuda. Praktis, selesia
kuliah pulang cuma bawa barang pribadi. Baju sih yang sempat nambah lumayan,
maklum empat tahun berat dan tinggi badan nambah wajar kan ya…
Merantau Berikutnya: Jakarta
Selesai S1, pulang dan sempat
merantau sebentar ke Jakarta. Ini nggak sampai setahun, jadi berangkat dan
pulang tambahan barangnya nggak banyak. Sama-sama bawa satu ransel doang
seingatku. Makan juga beli, jadi nggak ada inventaris barang.
Setelah 3 tahun lebih di rumah
karena kerjaan dekat rumah, aku merantau lagi ke Jogja buat lanjut S2. Kali ini
benar-benar yang kubawa hanya baju dan laptop. Karena tinggal di rumah Pakde
dan Bude, jadi nggak butuh barang inventaris sama sekali. Bahkan sampai
sekarang beberapa baju masih kutinggal di sana. Kuanggap rumahku dua, ya Jogja,
ya Jombang.
Selesai S2, pulang dijemput mobil
yang penuh bukan barangku, tapi oleh-oleh. Biasa, orang tua kalau saling jenguk
kan suka gitu ya… sampai akhirnya nggak lama di rumah, takdir kembali membawaku
merantau ke Jakarta. Ngajar di sana selama 2 tahun, berangkat bawa baju cuma
satu ransel, pulangnya bisa semobil penuh.
Ya gimana, aku beli buku, bantal,
tas, dan itu cukup menambah beban hidup. Hahaha…
Saat itu emang nggak ada rencana mau
merantau sebentar, udah terima gaji, jadi di enakin aja, pengen apa beli, asal
uangnya ada. Nggak mikir besok kalau pulang gimana pindahannya. Eh ternyata,
Covid-19 seolah mengusirku dari ibukota. Yasudah, pulang dengan ikhlas meskipun
ada sejumlah drama.
Selesai dari Jakarta, aku tinggal
di rumah selama pandemi. Orang-orang berpikir aku masih merantau, karena jarang
keliatan. Emang seringnya di rumah aja sih beresin kerjaan, nggak suka maen
juga kalau nggak ada temen dan jauh sekalian.
Nah, setelah genap 2 tahun di
rumah, aku memberanikan diri mencoba merantau lagi. Awalnya mau ke Bogor tahun
2021 kemarin. Udah persiapan mental merantau jauh, eh nggak jadi. Takdir
membawaku ke Tasikmalaya. Entah sampai kapan, yang pasti ini harus kujalani
dulu. Nikmati, semoga bisa kerasan dan jadi pribadi yang lebih baik lagi.
Karena perantauan ini bakal lama,
mungkin suatu saat aku bisa menyebut perjalanan ke Tasikmalaya sebagai
“pulang”, bukan lagi merantau. Jadi mulai sekarang, meskipun prosesnya nggak
mudah aku berusaha adaptasi lagi sebagai anak perantauan. Banyak orang tahu
bahwa tidak mudah bagiku menyesuaikan diri dengan lingkungan, makanan, cuaca,
dan Bahasa.
Ada beberapa hal penting yang
bagiku harus ditandai sebagai pemicu sekaligus usaha membuat diri sendiri
kerasan dan berhasil merantau. Perjalananku merantau di beberapa wilayah Pulau
Jawa ini mungkin bisa menjadi inspirasi sekaligus pengingat diri. Insya Allah
hal penting dalam mengawali perantauan akan kutulis di post blog berikutnya
ya..
Bisa betah ya berlama-lama jauh dari rumah.
ReplyDeleteKarena rumahnya pindah, Om...hehe
DeleteCeritanya menarik Kak, lanjutkan 😀
ReplyDeleteSiap, udah di draft, ngajar dulu hari ini kak...wkwkwk
Delete