Sejak kemarin, kepalaku cukup pening kepikiran bayi anak pertama salah satu pasangan yang jadi pasien di RSUD Jombang. Berita tentang mereka trending hampir di semua lini media sosial popular beberapa hari kemarin. Aku merasa ngilu, sesak, sampai semalam sulit mengawali tidur. Berharap dengan menulis dan membagikannya, sebagian isi kepala ini tumpah di tempat yang tepat.
Kronologi
Berita viral ini berawal dari thread di
Twitterland. Sebuah akun menulis tweet tentang pangalaman sepupunya yang
melahirkan di RSUD Jombang dan mengalami kejadian tragis. Aku merangkum cerita
ini dari beberapa artikel yang beredar sejak kemarin. Sebagai catatan peristiwa
yang semoga bisa diambil pelajaran buat pembaca.
Awalnya saat sudah mulai kontraksi dan bukaan,
ibu hamil yang juga sepupu pemilik akun Twitter itu dibawa ke Puskesmas
Sumobito. Aku kroscek di berita lain ibu hamil ini sudah bukaan 3 saat datang
ke puskesmas.
Setelah sejumlah pemeriksaan dan dokter
puskesmas melihat tanda preeklamsia dan hipertensi, maka dirujuklah ke RS. Akun
Twitter tersebut menyebutkan bahwa sepupunya dirujuk untuk mendapat tindakan SC
(operasi pengangkatan janin). Sementara di artikel lain, Puskesmas terkait
membantah berita tersebut. Mereka memberi rujukan berdasarkan hasil
pemeriksaan, soal tindakan selanjutnya adalah kewenangan RS tujuan.
Baik, sampai di sini kepalaku mencoba merangkai
runtutan peristiwa berdasarkan beberapa artikel yang beredar luas. Apakah
Faskes Tingkat 1 berhak menentukan tindakan lanjutan setelah dirujuk? Jika
tidak, pernyataan Puskesmas lebih masuk akal, kan? Tindakan lanjutan setelah
pasien sampai di RS adalah tanggung jawab dokter yang bertugas.
Lanjut ke kronologi di RS, saat datang si ibu
hamil diceritakan sudah lemas, minim tenaga, dan tentu tekanan darah tinggi
jika memang diagnosis awalnya preeklamsia. Disitu beberapa artikel menyebutkan
bahwa petugas kesehatan di RSUD Jombang masih menyarankan untuk lahiran normal.
Begitulah standar prosedur untuk pasien BPJS kelas 3. Bagian ini juga masalah
tersendiri, apakah benar pasien rujukan BPJS Kelas 3 boleh diabaikan kondisinya
dari pasien kelas 2, kelas 2 atau umum?
Kejadian selanjutnya adalah kontraksi makin
menjadi tapi tenaga sang ibu terus melemah. Beberapa tindakan dilakukan untuk
persalinan normal. Termasuk induksi dan pemberian obat. Sampai di sini isi
kepalaku meronta membayangkan kejadian itu.
Haruskah lahir normal dipaksakan dalam keadaan
ini? Apa dokter tidak melihat kemungkinan buruk yang akan terjadi setelahnya?
Apa dokter tidak mampu mengambil tindakan logis untuk menyelamatkan keduanya
dalam kondisi demikian? Apa mereka manusia terhormat yang layak menyandang
gelar dokter? Bagaimana bisa mengabaikan kondisi pasien sejak awal dan
perkembangannya dalam beberapa jam?
Oke, akhirnya janin meninggal di Rahim. Berhasil
keluar kepalanya, tapi bahu dianggap terlalu lebar sehingga sulit keluar.
Sampai akhirnya 3 dokter yang bertugas sepakat memisahkan kepala dari tubuh
bayi.
Karena si janin sudah tidak bernyawa, otomatis
prioritas tindak penyelamatan adalah ibunya. Kemudian si ibu dioperasi untuk
mengeluarkan bagian tubuh janinnya. Sampai disini terbayang bagaimana perasaan
dan kondisi ibunya? Sudah tersiksa dengan kontraksi, perjalanan, suasana kurang
menyenangkan, masih harus kehilangan buah hati yang dibuai selama 9 bulan itu.
Lihatlah, tindakan darurat ini harus diambil,
melihat kondisi yang ada. Secara standar operasional medis mungkin itu benar. Akan
tetap masalahnya adalah kenapa sejak awal keselamatan ibu dan bayi tidak
menjadi prioritas, justru petugas kesehatan terkesan memaksakan prosedur dengan
mengabaikan kondisi pasien?
Pagi ini ada kabar lagi, karena tindakan dokter
tersebut rahim si ibu harus diangkat. Allah… bukankah itu berarti mereka tidak
bisa punya anak lagi? Tidak cukupkah rasa sakit akibat kehilangan anak pertama,
harus ditambah dengan kehilangan kesempatan kedua dan seterusnya?
Data ini harus divalidasi, memang. Hati kecilku
berharap berita ini salah. Rasanya ingin sekali percaya, si ibu baik-baik saja
setelah tindakan dokter yang ekstrim itu. Masih ada masa depan yang harus
mereka perjuangkan. Salahkah harapan ini?
Kasus Nyata Vs K-Drama Doctor Lawyer
Ingatanku melayang pada drama korea berjudul
Doctor Lawyer, kisah dokter yang kehilangan lisensi medis karena tuduhan
malpraktik. Ia tidak jatuh dan terpuruk. Justru setelah selesai dari masa
hukuman, ia belajar jadi pengacara, spesialis kejahatan medis. Kasus demi kasus
ditangani untuk mengungkap kejahatan gurita raksasa.
Apakah di Indonesia bisa begitu? Adakah
undang-undang yang khusus membahas kejahatan medis? Aku menemukan UU Nomor 29
Tahun 2004. Cek web Mahkamah Agung hanya ada 219 kasus yang diputuskan selama
tahun 2010-2020. Sementara di media sosial, dugaan kasus malpraktik di dunia
medis dalam sebulan saja ada lebih dari 10 kasus, tersebar lewat berbagai
artikel dan media online.
Mungkin tidak semua kasus tersebut dibawa ke
pengadilan oleh para pihak terkait. Mungkin sebagian dari kasus tersebut bisa
diselesaikan secara damai. Mungkin memang sudah demikianlah budaya yang
tercipta di Indonesia. Mungkin butuh doctor lawyer agar para penjahat
medis tidak merasa bebas berkeliaran tanpa harus menyadari kesalahan dan
menerima konsekuensinya.
Hikmah Kejadian
Bagaimanapun, hukum alam adalah milik penguasa
semesta. Manusia boleh bertindak sesuai kehendak, tapi kehendakNya-lah yang
akan terjadi. Si adik bayi sudah meninggal, qodarullah. Semoga keluarga
diberi ketabahan, kesabaran, kekuatan menjalani fase hidup selanjutnya.
Jujur, rasa ngilu membayangkan kejadian ini
membuatku belajar banyak sebelum mengalami kehamilan dan dunia pernikahan. Bukankah
ujian dalam pernikahan adalah niscaya? Naluri wanita tentu ingin menjadi ibu,
apapun caranya. Maka ada beberapa pesan, untuk diriku sendiri di masa depan:
1.
Menikahlah
dengan pilihan terbaik yang Allah takdirkan. Jangan salah pilih mengikuti
perasaan saja, perhatikan ridha orang tua jatuh kepada siapa. Semoga dengan
ridha orang tua itulah, ridha Allah turun untukmu. Menikahlah karena kau siap
menghadapi masa depan, bukan soal materi atau umur, tapi siap dengan diri
sendiri untuk segala kemungkinan.
2.
Jaga
diri dengan pola makan dan pola hidup yang sehat. Allah berikan tubuh,
kesempatan di setiap hari, adalah untuk kebaikan kita. Jaga makanan, karena
itulah salah satu sebab terbesar dari kesehatan. Olahraga yang rajin, biar siap
menghadapi kehamilan.
3.
Hadapi kehamilan dengan bahagia, tenang, yakin
sama Allah. Libatkan Allah dalam setiap keputusan, langkah, pertimbangan, biar
selalu dijagaNya. Jaga hati, pikiran, tetap positif, yakin semua baik-baik
saja. Konsultasi dengan tenaga ahli untuk hal-hal yang belum dipahami. Jangan
tahan diri untuk sesuatu yang perlu diluapkan.
4.
Hadapi
orang-orang sekitar dengan logika, jangan hanya mengandalkan perasaan. Karena
perasaan bisa dikuasai prasangka, sementara logika perlu alasan untuk percaya. Tetaplah
bersama orang-orang baik, untuk menjaga diri agar tetap terkendali.
Kejadian buruk yang menimpa orang lain yang
kita ketahui, adalah pelajaran berharga untuk kita, tanpa harus mengalaminya
sendiri. Sesedih atau semarah apapun terhadap tindakan orang-orang yang kita nilai
salah, pada akhirnya kita harus menyadari posisi sebagai penonton. Entah apa
yang terjadi, thread tersebut hilang, yang berarti sangat mungkin dihapus oleh
pemilik akun, setelah berita ini viral.
Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi,
maka sebaiiknya menahan diri untuk mencari tahu. Bagaimanapun buruk kesan yang
kita timbulkan terhadap tokoh jahat dalam label yang kita ciptakan, tidak
berarti apa-apa di mata hukum tanpa bukti valid. Toh misal benar ada yang
menyalahgunakan wewenang dan menjadi penyebab hilangnya nyawa dalam kasus RSUD
Jombang ini, hukum semesta tidak akan tinggal diam.
Ngga tega banget pas baca thread-nya... Semoga kebenaran terungkap
ReplyDelete