Seleksi kemampuan dasar atau SKD adalah seleksi tahap dua dalam rangkaian proses penerimaan CPNS tahun 2021. Tahap pertamanya adalah seleksi berkas administrasi, kedua SKD, dan ketiga SKB atau seleksi kemampuan bidang. Ada tiga bidang soal yang diujikan di tahap SKD ini. Pertama TWK atau tes wawasan kebangsaan, kedua TIU atau tes intelejensi umum, dan TKP atau tes kepribadian.
Setiap peserta tidak tahu langsung apakah skor yang
diperolehnya yang langsung muncul sesaat setelah selesai mengerjakan soal di
tahap SKD akan membawanya ke kursi SKB. Karena untuk masuk SKB, ada
perangkingan yang akan diambil 3x jumlah formasi. Misalnya formasi yang diambilnya
membutuhkan 3 orang, maka peserta lulus SKD yang akan masuk SKB adalah 9 orang.
Passing Grade SKD
Selain system rangking, hasil SKD peserta juga ada batas
minimal nilai di setiap sub tes. Untuk seleksi CPNS tahun 2021, nilai passing
grade tes TWK adalah 65, TIU 80, dan TKP 166. Artinya jika ada salah satu sub
tes nilainya di bawah angka tersebut, maka tidak akan masuk perangkingan karena
otomatis gugur sebagai peserta SKB. Meskipun secara jumlah keseluruhan cukup
tinggi.
System ini memungkinkan peserta yang lulus masuk SKB memiliki
pengetahuan dasar tentang kebangsaan, cerdas secara intelejensi, dan memiliki
kepribadian yang baik. Meskipun tes ini bisa dipelajari dan diusahakan untuk
seimbang hasilnya, melampaui nilai minimal, tetap saja nasib yang akan membawa
peserta masuk ke daftar nama di SKB.
Tidak sedikit peserta yang mendapat skor SKD tinggi namun
gagal masuk ke SKB. Karena nilai peserta lain di formasi yang sama lebih
tinggi, dan formasi yang tersedia hanya sedikit. Misalnya formasi yang terbuka
satu, otomatis yang masuk SKB ada 3 peserta. Jika setelah dirangking nilainya
ada di peringkat 4, otomatis tidak bisa masuk SKB meskipun nilainya tinggi.
Lulus SKD? Lulus!
Nilaiku, sejujurnya lebih rendah dari teman sekelas yang
mengambil formasi di satuan kerja berbeda. Aku sempat pesimis bisa masuk SKB. Karena
khawatir nilai peserta lain jauh lebih tinggi dari nilaiku. Di sisi lain, aku
yakin Allah mengabulkan doaku. Jika tidak, maka pasti Allah sudah siapkan ganti
yang jauh lebih baik untuk masa depanku.
Siapalah aku bisa mendikte kehendakNya. Aku cuma hamba yang
mengharap ridhaNya di setiap kesempatan. Aku percaya, Allah menyayangi ibuku
dan hanya akan mengabulkan apa yang terbaik bagiNya untukku. Jika memang
pilihan ini baik untuk dunia dan akhiratku, maka pasti ada jalan dan kesempatan
untuk terus melangkah.
Keyakinanku itu berbuah indah. Pada bulan November 2021,
pengumuman hasil integrasi nilai SKD menunjukkan namaku masuk ke tahap SKB. Aku
semakin yakin, Allah selalu mengawasi dan menyayangiku lebih dari yang kutahu. Untuk
tahap ini, aku memilih lokasi ujian di Jogja. Provinsi kelahiran yang bisa jadi
alasanku untuk “pulang".
Tes SKB Seminggu di jogja
Seminggu? Yes! Awalnya nggak ada rencana selama itu ikut
ujian seleksi CPNS di Jogja. Dalam seleksi SKB, ada enam sub tes yang diujikan,
empat diantaranya melalui system Pusmenjar (menggunakan computer, real time),
dan dua lainnya jadwal menyusul.
Empat sub tes yang harus diselesaikan menggunakan system di computer
adalah literasi dikbud/ tri darma, Bahasa inggris, pemecahan masalah, dan aspek
psikologi. Setiap sub tes memiliki nilai ambang minimal yang harus dilampaui
peserta agar lulus di tahap ini. Seperti Bahasa inggris, minimal harus benar 4
soal dari 16 soal yang diberikan. Jika ada yang kurang, otomatis statusnya TMS/
tidak memenuhi syarat lulus.
Kupikir antara tes berbasis computer dengan dua tes lainnya
yaitu micro teaching dan interview jaraknya akan lama. Ternyata dua hari
setelah ujian computer, diumumkan jadwal micro teaching hanya 4 hari setelah
pengumuman itu dibuat.
Jadi awalnya aku berencana pulang setelah tes computer, harus
extend sampai seminggu kemudian. Semakin dekat jadwal tes, semakin gugup
rasanya. Untung waktu itu numpang tempat kak Ayu, teman ODOP lainnya yang sudah
seperti kakak sendiri. Seminggu numpang di kos kak Ayu gratis, bahkan beberapa
kali ditraktir makan. Sungguh seperti menemukan saudara. Makasih ya kak, sampai
kapanpun aku ingat moment itu.
Sehari sebelum jadwal micro teaching dan wawancara, baju
putihku yang harus jadi seragam masih di laundry dan belum bisa diambil. Akhirnya
pinjam baju kak Ayu, meskipun putihnya ada motif. Untung itu tes online. Jadi nggak
keliatan motifnya di kamera laptop yang masih VGA. Hahaha..
Pulang dan Peristiwa Nyasar Paling Mencekam
Setelah seminggu, aku pulang ke tanah kelahiran. Ke rumah
Pakde dan Bude, orang tua keduaku. Mereka menunggu sejak sore, ketika aku baru
selesai ujian. Sementara adik yang menjemputku agar kami kesana bareng,
mengajakku mampir ke café dekat Bukit Becici.
Tempatnya daerah pegunungan di Kecamatan Dlingo. Sudah hampir
maghrib ketikakami sampai di sana. Perjalanan pulang dari café inilah yang jadi
acara nyasar paling mencekam sepanjang sejarah hidupku.
Kalau kalian tahu daerah Gunungkidul, pasti paham jalanan di
sana banyak naik turun dan berada di
tepi jurang. Sialnya, saat pulang aku salah menembak map arah rumah. Harusnya pakai
petunjuk arah dengan kendaraan mobil agar diarahkan hanay ke jalan besar. Yang terjadi
adalah aku memilih motor, kemudian bencana itu terjadi.
Kami diarahkan masuk ke perkampungan, jalanan kecil naik
turun, dan sampai di persimpangan yang kenyataannya adalah kebun! Tidak ada jalan
yang harusnya kami lewati di depan. Hanya kebun gelap yang jelas bukan arah
kami pulang. Rasanya lemas, sekujur tubuh kaku karena menahan diri agar tidak
melorot di boncengan. Dari sekian banyak perjalananku bersamanya, inilah yang paling mencekam.
Otakku berhenti bekerja, hanya lisan yang tak berhenti
mengucap dzikir agar diri ini tidak dikuasai setan atau menangis tanpa kendali.
Untungnya kami nyasar belum terlalu malam. Ada dua orang, laki-laki dan
perempuan yang kemudian menyapa kami, menanyakan ingin kemana. Kemudian setelah
menyebutkan tujuan, mereka menuntun kami ke jalan yang benar.
Ternyata kami menyasar cukup jauh. Ada sekitar 15-20 menit
perjalanan menuju jalan besar. Lega, campur ingin menangis, tapi capek. Kami mencari
masjid terdekat karena belum sholat maghrib, padahal isya’ sudah berlalu. Ternyata
lebih dari 1 jam kami nyasar.
Wajahku pucat, kata adik. Jelas, aku ketakutan. Seandainya kami
tidak bisa kembali, apa yang akan terjadi? Tepi jalan yang kami lewati tadi
adalah jurang. Untung hari itu tidak hujan deras. Kalau iya, mau jadi apa kami?
Jangankan mikir hasil ujian seleksi CPNS, mikir saat itu belum sampai di rumah
saja sudah bikin lemas. Catatan mengenai hasilnya nanti di post berikutnya aja,
ya. Udah panjang banget ini tulisan. Hehe..
No comments:
Post a Comment