Yerusalem, 1000 Tahun Sebelum Masehi
Perang berkecamuk. Setiap hari, nyawa melayang, darah berceceran di medan pertempuran. Debu beterbangan. Panas, sesak, bosan, juga rasa ingin menang mengungkung langit. Setiap pagi hingga sore hari, antara bangsa Israel dan Filistin saling mengadu kekuatan diri. Saat malam tiba, mereka saling menarik pasukan, menyembuhkan luka dan berhitung kekuatan. Apa yang mereka perebutkan? Tentu saja, kekuasaan. Siapa yang menang, berhak menjadi pemimpin Yerusalem.
Sementara di daerah pemukiman, sebagian orang tua dan anak-anak tinggal. Mereka tetap bercocok tanam, menggembala ternak, bahkan membuka pasar. Berdagang, saling memenuhi kebutuhan. Peraturan perang masih berjalan normal. Perang hanya boleh terjadi di kawasan yang ditentukan. Tidak boleh melukai wanita, anak-anak dan orang tua. Bagi rakyat sipil, perang selalu menyisakan rasa cemas bergelayut dalam hati. Pada saat tertentu mereka harus memastikan apakah anak-anak, adik, saudara, anggota keluarga masih hidup atau sudah tinggal nama di kancah pertempuran.
Bangsa Israel dipimpin oleh Saul, raja pertama mereka. Sementara bangsa Filistin dipimpin oleh Goliath, pasukan terbaik sekaligus pemimpin komando perang. Kemenangan bangsa Filistin adalah karena pesona dan kekuatan Goliath.
Tingginya 6 hasta sejengkal. Jika dikonversi berarti sekitar 3,5 meter. Kepalanya tertutup ketopong dari tembaga. Tubuhnya terbungkus zirah yang bersisik. Konon baju zirah yang dipakainya ini seberat 5000 syikal tembaga. Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan selalu memanggul lembing dari tembaga yang berat matanya saja 600 syikal tembaga. Dia dikenal sebagai prajurit Filistin yang paling tangguh. Berhadapan langsung denganya adalah musibah. Bagaimana pula hendak mengalahkannya?
Setiap pagi, ia memberi semangat kepada pasukannya, meyakinkan mereka bahwa tidak ada orang israel yang cukup kuat bisa membunuhnya. Membuat para pemuda israel ciut nyalinya. Seperti pagi itu, saat Goliath berteriak lantang membakar semangat psaukannya, menantang musuh “Siapa yang punya cukup nyali hendaklah melawanku satu per satu. Jika utusan kalian kalah, maka kalian harus menjadi hambaku. Jika aku kalah, maka kami akan menjadi hamba kalian.”
Pagi itu, kala Goliath berteriak lantang, Daud mendengar. Pemuda Israel yang masih belia itu terusik emosinya. Daud bukanlah tentara Israel. Masih terlalu muda dan labil untuk dikirim ke kancah peperangan. Ia hanya sedang melaksanakan tugas dari ayahnya, memastikan keselamatan kakaknya yang sedang berperang dan mengirim bekal makan untuk mereka. “Apa yang akan diterima oleh orang israel jika berhasil membunuh orang sombong itu?” Orang-orang tengadah, tidak habis pikir, “seluruh hadiah terbaik untukmu.” kata mereka.
Daud tertantang, ia menghadap raja Saul untuk meminta izin melawan Goliath. “kamu masih sangat belia, sedangkan dia sejak belia sudah menjadi tentara.” Namun Daud tidak menyerah, ia bersikeras akan melawan Goliath dan menang. Tekadnya yang bulat tidak lagi mampu mendengar larangan ketiga kakaknya. Mereka tahu benar kekuatan Goliath, tak seorangpun yakin Daud akan menang.
Baju zirah dikenakan untuk Daud, pedang dan tombak juga dihunushnya, ia datang menantang Goliath. “AKu datang dengan kekuatan Allah. Sementara engkau hanya menuruti nafsu kekuasaan semata,” teriaknya lantang. Meski belia, Daud memang bukan remaja biasa. Pekerjaan sehari-harinya adalah menggembalakan kambing. Itu berarti harus menjaga kawanan dari serangan serigala atau harimau. Jika binatang buas datang, Daud bukan menghindar, justru melawannya sampai menang.
“Kau tak akan bisa melukaiku dengan pedang dan tombak kecil milikmu!” Goliath berteriak lantang, Daud tak gentar. Sifat pemberani yang dimilikinya menuntunnya benar-benar menyarungkan pedang. Bukan pedang senjata yang dipilihnya untuk melawan Daud. Namun langkahnya tegap, terus maju. Dengan satu kekuatan penuh, dilempar batu kekrikil yang langsung menemukan lubang di ketopong musuh, membuatnya limbung dan ambruk. Kerikil itu ibarat peluru yang langsung menembus kerasnya kepala Goliath. Semua orang berteriak jeri. Daud tak berhenti, dicabutnya pedang, ditebasnya kepala musuh yang sudah tidak berdaya. Konon kepala itu kemudian diserahkannya kepada Saul, diarak oleh tentara Israel menuju istana. Tanda kemenangan mereka bersama.
Bukan pedang atau tombak yang berhasil menumbangkan Goliath, hanya kerikil. Lewat Daud Allah tunjukkan kekuasaanNya, Allah tumbangkan kesombongan Goliath tanpa ampun. Kelak ketika orang-orang Filistin ada yang berhasil membunuh Saul, orang Israel mengangkat Daud menjadi raja berikutnya, menguasai Yerusalem. Daud dalam Islam inilah yang kemudian disebut dengan Nabi Daud As.
Pertikaian dan peperangan rupanya sudah menjadi darah daging di tanah Yerusalem jauh sejak sebelum tahun masehi dimulai. Israel dalam kisah ini adalah mereka bangsa Yahudi yang lahir dan menetap di tanah Yerusalem. Sedangkan bangsa Filistin adalah imigran dari beberapa daerah sekitarnya. Masih menjadi perdebatan para ahli sejarah apakah bangsa Filistin saat ini adalah keturunan dari bangsa Filistin yang tersebut, atau ada kisah yang terlewat sehingga sebutan bangsa Israel dan Filistin (Palestina) langgeng hingga saat ini.
No comments:
Post a Comment